INGIN IKLAN ANDA DISINI ? Dapatkan Tawaran Menarik Silahkan Kontak Admin Terima Kasih |
Penjelasan iman dan kufur menurut perspektif aliran kalam
- Iman dan kufur menurut aliran khawarij, aliran murji’ah, aliran muktazilah, aliran
as’ariyah dan aliran maturidiyah dapat disimpulkan sebagai berikut :
Iman dalam
pandangan Khawarij, tidak
semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan segala perintah kewajiban agama
juga merupakan bagian dari keimanan. Segala perbuatan yang berbau religius,
termasuk didalamnya masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan (al amal juz’un al iman).
Dengan
demikian, siapapun yang menyatakan dirinya beriman kepaa Allah dan bahwa
Muhammad adalah Rasul-Nya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama dan malah
melakukan perbuatan dosa, ia dipandang kafir oleh Khawarij.
Subsekte Murji’ah yang ekstrim adalah mereka yang
berpandangan bahwa keimanan terletak di dalam kalbu. Adapun ucapan dan
perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada didalam kalbu. Oleh karena
itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama
tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimanannya masih
sempurna dalam pandangan Tuhan.
Murji’ah moderat adalah meraka
yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun
disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada dosa yang
dilakukannya. Kendatipun demikian, masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan
mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksaan neraka.
Mu’tazilah tidak menentukan status dan
predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah tetap mukmin atau telah
kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal al-munzilah bain al mansilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah menempati posisi tengah
diantara posisi mukmin dan posisi kafir. Jika meninggal dunia sebelum bertobat,
ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Namun, siksaan yang bakal
diterimanya lebih ringan daripada siksaan orang kafir.
Menurut
Al-Asy’ari, iman adalah tashiq bi al-qaib
(Membenarkan dengan hati). Jadi, bagi Al-Asy’ari
dan juga Asy’ariyah, persyaratan minimal untuk adanya iman hanyalah tashdiq, yang jika diekspresikan secara
verbal berbentuk Syahadatain.
Aliran
Maturidiyah Samarkand berpendapat
bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb,
bukan semata-mata iqrar bi al-lisan.
Keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataansemata, tanpa diimani pula oleh
kalbu. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi
batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai
di situ. Menurutnya, tashdiq, saperti
yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah,
tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui
penalaran akal, bukan sekadar berdasarkan wahyu
Posting Komentar Blogger Facebook