INGIN IKLAN ANDA DISINI ?
Dapatkan Tawaran Menarik
Silahkan Kontak Admin
Terima Kasih


Memahami ayat pembinaan diri, keluarga dan masyarakat – Kita diperintahkan oleh Allah swt untuk melakkan pembinaan pada diri dan keluarga, bahkan kita dianjurkan untuk cemas bila nanti kita meninggalkan anak k eturunan yang lemah. Lemah dari sisi fisik, ekonomi, akal, harta bahkan imannya. Tentang hal ini Allah swt banyak berfirman didalam Al-Qur’an diantaranya : 


وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (9)

Artinya : Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

http://www.ponpeshamka.com/2015/11/memahami-ayat-pembinaan-diri-keluarga.html
Ayat yang lalu menceritakan tentang pembagian harta warisan kepada orang yang berhak menerimanya serta orang yang tidak berhak menerimanya walaupun hanya sekedar saja di antara para kerabat, anak yatim dan orang miskin serta mengatakan kepada mereka perkataan yang baik, yaitu menghibur hati mereka karena sedikitnya yang diberikan kepada mereka.

Pada ayat 9 di atas, diingatkan kepada mereka yang berada di sekeliling para pemilik harta yang sedang menderita sakit. Mereka seringkali memberi eneka nasehat kepada pemilik harta yang sakit itu agar yang sakit itu mewariskan kepada orang-orang tertentu sebagian dari harta yang akan ditinggalkannya sehingga akhirnya anak-anaknya sendiri terbengkalai. 

Maka pada mereka dipesankan hendaklah orang-orang yang memberi aneka nasehat kepada pemilik harta, agar membagikan hartanya kepada orang lain sehingga anak-anaknya terbengkalai hendaklah mereka membayangkan seandainya mereka akan meninggalkan di belakang mereka, yaitu setelah kematian mereka anak-anak yang lemah karena masih kecil atau tidak memiliki harta yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan atau penganiayaan atas mereka, yakni anak-anak lemah itu. 

Apakah jika keadaan serupa mereka alami, mereka akan menerima nasehat-nasehat seperti yang mereka berikan itu ? tentu saja tidak karena itu, hendaklah mereka takut kepada Allah atau keadaan anak-anak mereka di masa depan. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dengan mengindahkan sekuat kemampuan seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar lagi tepat. 

Seperti terbaca di atas, ayat ini ditujukan kepada yang berada di sekeliling seorang yang sakit dan diduga segera akan meninggal. Pendapat ini adalah pilihan banyak pakar tafsir seperti al-Thabari, Fakhruddin al-Razi dan lain-lain. Ada juga yang memahaminya sebagai ditujukan kepada mereka yang menjadi wali anak-anak yatim, agar memperlakukan anak-anak yatim itu seperti perlakuan yang mereka harapkan kepada anak-anaknyayang lemah bila kelak para wali itu meninggal dunia. Pendapat ini menurut Ibn Katsir didukung pula oleh ayat berikut yang mengandung ancaman kepada mereka yang menggunakan harta anak yatim secara aniaya.

Muhammad Sayyid Thanthawi berpendapat bahwa ayat di atas ditujukan kepada semua pihak, siapa pun karena semua diperintahkan untuk berlaku adil, berucap yang benar dan semua khawatir akan mengalami apa yang digambarkan di atas. Ayat yang memerintahkan pemberian sebagian warisan kepada kerabat dan orang-orang lemah, tidak harus dipertentangan dengan ayat kewarisan, karena ini merupakan anjuran dan yang itu adalah hak yang tidak dapat dilebihkan atau dikurangi.

Kata (سديدا) berarti meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya. Ia juga berarti istiqamah/konsistensi. Kata ini juga digunakan untuk menunjuk kepada sasaran. Seorang yang menyampaikan sesuatu/ucapan yang benar dan mengena tepat pada sasarannya, inilah yang dilukiskan kata ini. Dengan demikian, kata “sadidan” dalam ayat di atas, tidak sekedar berarti benar tetapi ia juga harus berarti tepat pada sasaran. 

Dalam konteks ayat di atas keadaan sebagai anak-anak yatim pada hakikatnya berbeda dengan anak-anak kandung dan ini menjadikan mereka lebih peka, sehingga membutuhkan perlakukan yang lebih hati-hati dan kalimat-kalimat yang lebih terpilih, bukan saja yang kandungannya benar, tetapi juga yang tepat. Sehingga kalau memberi informasi atau menegur jangan sampai menimbulkan kekeruhan dalam hati mereka, tetapi teguran yang disampaikan hendaknya meluruskan kesalahan sekaligus membina mereka. 

Pesan ayat ini berlaku umum, sehingga pesan-pesan agama pun jika bukan pada tempatnya, tidak diperkenankan untuk disampaikan. “Apabila kamu berkata kepada teman kamu pada hari jum’at saat imam berkhutbah, diamlah! (dengarkan khutbah) maka kamu telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan”. (Kutub al-Sittah). Tidak dibenarkan pula dalam arti makruh mengucapkan salam kepada siapa yang sedang berzikir, belajar dan makan. 

Dari kata “sadidan” yang mengandung makna meruntuhkan sesuatu kemudian memperbaikinya diperoleh pula petunjuk-petunjuk bahwa ucapan yang meruntuhkan jika disampaikan, harus pula dalam saat yang sama memperbaikinya dalam arti kritik yang disampaikan hendaknya merupakan kritik yang membangun atau dalam arti informasi yang disampaikan harus mendidik.

Pesan ilahi di atas, didahului oleh ayat sbelumnya yang menekankan perlunya memilih qaulan ma’rufan, yakni kalimat-kalimat yang baik sesuai dengan kebiasaan dalam masing-masing masyarakat, selama kalimat tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai ilahi. Ayat ini mengamanahkan agar pesan hendaknya disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik menurut ukuran setiap masyarakat. 

Ayat-ayat di atas menjadikan juga oleh sementara ulama sebagai bukti adanya dampak negatif dari perlakuan kepada anak yatim yang dapat terjadi dalam kehidupan dunia ini. Sebaliknya amal-amal shaleh yang dilakukan seorang ayah dapat mengantar terpeliharanya harta dan peninggalan orang tua untuk anaknya yang telah menjadi yatim.


أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (44) وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ (45)

Artinya : Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.


Surat Al-Nahl ayat : 125

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)

Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Surat Al-Baqarah ; 177

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177) 

Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

Demikianlah pembahsan tentang ayat alqur'an tentang memahami ayat pembinaan diri, keluarga dan masyarakat. semoga bermanfaat.

Posting Komentar Blogger