INGIN IKLAN ANDA DISINI ?
Dapatkan Tawaran Menarik
Silahkan Kontak Admin
Terima Kasih


Gerakan Pembaharuan Islam Di Indonesia dan di Dunia - Pada awal abad ke-20, ide-ide pembaharuan terlihat telah turut mewarnai arus pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Menilik latar belakang kehidupan sebagian tokoh-tokohnya, sangat mungkin diasumsikan bahwa perkembangan baru Islam di Indonesia sedikit banyak dipengaruhi oleh ide-ide yang berasal dari luar Indonesia. Seperti misalnya Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), K.H. Hasyim Asy’ari (Nahdlatul Ulama) Ahmad Surkati (Al-Irshad), Zamzam (Persis).

Mereka sempat menimba ilmu di Mekkah dan melalui media publikasi dan korespondensi mereka berkesempatan untuk dapat berinteraksi dengan arus pemikiran baru Islam r. Tokoh lainnya seperti Tjokroaminoto (Sarekat Islam) juga dikenal menggali inspirasi gerakannya dari ide-ide pembaharuan Islam di anak benua India.

Ide-ide pembaharuan Islam dari luar yang masuk ke Indonesia melalui beberapa jalur :

http://www.ponpeshamka.com/2018/02/gerakan-pembaharuan-islam-di-indonesia.html
a. Jalur haji dan mukim, yakni tradisi tokoh tokoh umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji ketika itu bermukim untuk sementara waktu guna menimba dan memperdalam ilmu keagamaan atau pengetahuan lainnya. Sehingga ketika mereka kembali ke tanah air, kualitas keilmuan dan pengamalan keagamaan mereka umumnya semakin meningkat. Ide-ide baru yang mereka peroleh tak jarang kemudian juga mempengaruhi orientasi pemikiran dan dakwah mereka di tanah air

b. Jalur publikasi, yakni berupa jurnal atau majalah-majalah yang memuat ide-ide pembaharuan Islam baik dari terbitan Mesir maupun Beirut. Wacana yang disuarakan media tersebut kemudian menarik muslim nusantara untuk menterjamahkannya ke dalam bahasa Indonesia bahkan lokal, seperti pernah muncul jurnal al-Imam, Neracha dan Tunas Melayu di Singapura, di Sumatera Barat juga terbit al-Munir. 

c. Peran mahasiswa yang sempat menimba ilmu di Timur-Tengah. Menurut Achmad Jainuri, para pemimpin gerakan pembaharuan Islam awal di Indonesia hampir merata adalah alumni pendidikan Mekah. 

Secara umum kelahiran dan perkembangan pembaharuan Islam di Indonesia merupakan wujud respon terhadap kemunduran Islam sebagai agama karena praktek-praktek penyimpangan, keterbelakangan para pemeluknya dan adanya invansi politik, kultural dan intelektual dari dunia Barat.

Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia tidaklah muncul dalam satu pola dan bentuk yang sama, melainkan memiliki karakter dan orientasi yang beragam. Disini penting dipahami bahwa gerakan nasionalisme Indonesia yang bangkit sekitar awal abad ke-20 diusung sebagiannya oleh tokoh-tokoh modernis muslim tidak hanya melalui kendaraan gerakan yang berdasar atau berafiliasi ideologis pada Islam. 

Sejarah menunjukkan bahwa Islam ternyata hanya menjadi salah satu alternatif yang mungkin bagi tokoh-tokoh modernis muslim di Indonesia sebagai sumber rujukan teoritis dan instrumental gerakan pembaharuan dan nasionalismenya. Sekalipun demikian, hal ini tidak mengecilkan pengertian adanya keterkaitan antara dimensi penghayatan religius dan artikulasi perjuangan sosial-politik di masyarakat. Dengan kata lain, kesadaran nasional sebagai anak bangsa yang terjajah oleh penguasa asing tampaknya memikat mereka untuk bersama-sama menempatkan prioritas nasional sebagai ujud kepeduliannya.

Dengan kian berkembangnya kiprah gerakan pembaharuan Islam di Indonesia di tengah-tengah masyarakat, secara umum pada awal abad ke-20 M tersebut, corak gerakan keagamaan Islam di Indonesia dapat dipetakan dengan meminjam sebagai berikut:

a. Tradisionalis-konservatis, yakni mereka yang menolak kecenderungan westernisasi (pembaratan) dengan mengatasnamakan Islam yang secara pemahaman dan pengamalan melestarikan tradisi-tradisi yang bercorak lokal. Pendukung kelompok ini rata-rata dari kalangan ulama, tarekat dan penduduk pedesaan; 

b. Reformis-modernis, yakni mereka menegaskan relevansi Islam untuk semua lapangan kehidupan baik privat maupun publik. Islam dipandang memiliki karakter fleksibilitas dalam berinteraksi dengan perkembangan zaman; 

c. Radikal-puritan, seraya sepakat dengan klaim fleksibilitas Islam di tengah arus zaman, mereka enggan memakai kecenderungan kaum modernis dalam memanfaatkan ide-ide Barat. Mereka lebih percaya pada penafsiran yang disebutnya sebagai murni Islami. Kelompok ini juga mengkritik pemikiran dan cara-cara implementatif kaum tradisionalis. Sebagai pengayaan, menarik jika tipologi ini dikomparasikan dengan kasus gerakan Islam yang berkembang di Turki.

a. Muhammad Ali Pasha (1789-1807)

Muhammad Ali Pasha lahir bulan Januari 1765 di Kavala Albania Yunani dekat pantai Macedonia dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Dialah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. Sejak kecil ia memiliki keterampilan dan kecerdasan luar biasa. Dalam perjalanan kariernya, banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaharukan atau memodenisir keadaan umat islam yang telah jauh tertinggal dari negara-negara Barat. Orang tuanya bekerja sebagai penjual rokok, dari kecil ia sudah harus bekerja, dia tak pernah memperoleh kesempatan sekolah, dengan demikian dia tidak bisa membaca dan menullis.

Setelah besar ia bekerja sebagai pemungut pajak, karena kecakapannya dalam pekerjaannya ini ia menjadi kesayangan Gubernur Usmani setempat, akhirnya ia diangkat sebagai menantu oleh gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu bintangnya semakin meningkat terus.

Setelah ia di angkat menjadi menantu Gubernur Usmani di tempatnya bekerja. Ia masuk dalam dinas meliter dan dalam lapangan ini ia juga menunjukkan kecakapan dan kesanggupan sehingga pangkatnya cepat menaik menjadi perwira. ketika pergi ke Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira yang memimpin pasukan yang dikirim dari daerahnya. Setelah tentara prancis keluar dari Mesir di tahun 1801. Muhammad Ali turut memainkan peran penting dalam politik. 

Mesir mulai mengalami ketenangan politik, khususnya setelah Muhammad Ali membantai sisa-sisa petinggi Mamluk pada tahun 1811, menurut cerita dari 470 kaum mamluk hanya seorang yang dapat melepaskan diri dengan melompat dari pagar istana kejurang yang ada di bukit Mukattan, kudanya mati tetapi ia selamat dengan pergi lari. kaum mamluk yang ada diluar Kairo kemudian diburu, mana yang dapat dibunuh dan sebagian kecil dapat melarikan diri ke Sudan pada akhirnya tahun 1811, kekuatan kaum mamluk di mesir telah habis.

Untuk memajukan Mesir, Muhammad Ali melakukan pembenahan ekonomi dan militer. Atas saran para penasihatnya, ia juga melakukan program pengiriman tentara untuk belajar di Eropa. Pemerinthan Muhammad Ali pasya menandai permulan diferensiasi yang sebenarnya antara struktur politik dan ke agamaan di Mesir. keputusan-keputusan dan program-programnya ternyata sebagian besar telah menentukan jalannya sekulerisasi yang berlangsung selama satu setengah abad di Mesir. Muhammad Ali berkuasa penuh. Ia telah menjadi wakil Sultan dengan resmi di Mesir dan rakyat sendiri tidak mempunyai organisasi dan kekuatan untuk menentang kekuasannya, ia pun bertindak sebagai diktator.

Ia diberikan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada era Turki Utsmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-pahlawan lain yang sezaman dengannya.

Dialah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. dia muncul di Mesir tahun 1799 sebagai salah seorang diantara 300 orang anggota pasukan yang dikirim Albania atas perintah Sultan Utsmani untuk mengusir Perancis. Pada awalnya ia berkedudukan sebagai penasehat komandan pasukan Albania, karena kecakapannya dalam memimpin maka ia diangkat menjadi komandan penuh. Setelah berhasil mengusir Napoleon dari Mesir, ia di angkat menjadi jendral tahun 1801. pada bulan Nopember 1805 ia menjadi penguasa di Mesir dan bulan April 1806 ia di angkat menjadi Wali Negara Mesir dengan gelar Pasya. Beberapa Pembaharuan Yang Dilakukan Muhammad Ali Pasha : 

1. Dalam Bidang Militer

Jatuhnya Mesir ke tangan Napoleon Bonaparte menyadarkan Muhammad Ali Pasha. Ia melihat kemajuan yang dicapai negara-negara Barat, terutama Perancis, begitu hebat. Kemajuan dalam teknologi peperangan membuat Perancis dengan mudah menguasai Mesir (1798-1802 M). Setelah Perancis dapat diusir Inggris pada tahun 1802 M, Muhammad Ali Pasha mengundang Save, seorang perwira tinggi Perancis untuk melatih tentara Mesir.

Sama hanya dengan raja-raja Islam lainnya, Ali Pasha juga mementingkan hal-hal yang berkaitan dengan kemeliteran, karena ia yakin bahwa kekuasaanyan dapat dipertahankan dan diperbesar dengan kekuatan militer. Muhammad Ali Pasha juga mengundang para ahli militer barat untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemiliteran.

Pada tahun 1815 M untuk pertama kalinya Mesir mendirikan Sekolah Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari Eropa. Tidak hanya itu, namun ia juga banyak mengimpor persenjataan buatan Eropa seperti buatan Jerman atau Inggris. Terinspirasi oleh pelatihan militer bangsa Eropa, Muhammad Ali kemudian melatih bala tentaranya berdasarkan “Nidzam al-Jadid“ atau bisa disebut dengan peraturan baru. Ia mengatur tentara-tentara Mesir dan mulai memperkuatkannya dengan menjadikan para petani luar daerah untuk mengikuti wajib militer. Upaya itu ternyata cukup berhasil untuk menjadikan kekuatan militer Mesir semakin berkembang.

2. Bidang Ekonomi dan Sosial

Muhammad Ali Pasha sangat memahami bahwa di belakang kekuatan militer mesti harus ada kekuatan ekonomi yang sanggup membelanjai pembaharuan di bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan militer. Jadi dua hal yang penting baginya, kemajuan ekonomi dan kekuatan militer, dan dua hal ini menghendaki pengetahuan atau ilmu-ilmu modern.

Salah satu dampak perkembangan ekonomi tersebut adalah ekspor kapas ke negara Eropa. Hal itu sangat menguntungkan, karena adanya angsuran terhadap para petugas administrasi yang dijadikan sebagai salah satu titik poin keuntungan bagi Mesir. Selain itu wisatawan asing juga turut menyumbangkan pendapatan bagi devisa negara.Pengambil alihan pemilikan tanah oleh negara dan hasilnya dipergunakan untuk kepentingan pembangunan negara. Harta kaum Mamluk yang telah dimusnahkannya dirampas, demikian pula dengan harta-harta orang kaya di Mesir berada di bawah kekuasaannya.

Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi Muhammad Ali Pasha juga membangun sistem irigasi, sehingga hasil pertanian menjadi lebih baik. Karena Mesir adalah negara pertanian, di samping memperbaiki irigasi lama ia juga mengandalkan irigasin baru, memasukkan penanaman kapas dari India dan Sudan dan mendatangkan ahli pertanian dari Eropa untuk memimpin pertanian.

Dalam tatanan sosial Muhammad Ali Pasha mengubah pengaturan administrasi bagi penduduk desa dan kota dengan sistem yang lebih modern. Pembangunan prasarana masyarakat umum mulia digalakkan, seperti pembangunan Rumah Sakit, sekaligus mendatangkan beberapa dokter spesialis untuk menangani problematika penduduk setempat. Hal itu tidak lain adalah sebagai bentuk kekhawatiran Ali Pasha terhadap kesejahteraan penduduk desa yang mengikuti wajib militer. Terutama ketika virus cacar mulai melanda sebagian penduduk Mesir ketika itu. 

Usaha terhebat lainnya adalah dengan terselesaikannya pembangunan sebuah terusan kuno yang menghubungkan antara Alexandria dengan sungai nil. Menurut beberapa laporan, upaya tersebut diawali dengan penggalian yang mengerahkan kurang lebih 100.000 petani Mesir. Dari hal tersebut meningkat pulalah pusat irigasi dari tahun 1813-1830 M hingga 18%, yang sebelumnya proyek irigasi ini sangat lemah dan kurang menguntungkan terlebih ketika masa awal kepemimpinannya.

3. Dalam Bidang Pendidikan

Dalam bidang pendidikan walaupun ia buta huruf, namun ia menaruh perhatian besar pada perkembangan ilmu. Hal ini terbukti dengan dibentuknya kementrian pendidikan. Setelah itu didirikan Sekolah Militer tahun 1815 M, Sekolah Teknik tahun 1816 M, Sekolah Kedokteran tahun 1827 M, Sekolah Pertanian dan Apoteker tahun 1829 M, Sekolah Pertambangan tahun 1834 M dan Sekolah Penerjemah tahun 1839 M.Selain itu, ia juga banyak mengirim pelajar ke Perancis untuk belajar pengetahuan berupa sains dan teknologi Barat di Perancis. 

Menurut catatan sejarah ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis, Inggris dan Austria dengan mengambil disiplin keilmuan yang beragam seperti kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran dan obat-obatan.Selain mendirikan beberapa sekolah dan mengirim pelajar ke luar ia juga melakukan penerjemahan buku-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar. 

Di samping mendelegasikan pelajar Mesir ke Eropa ia juga mendatangkan guru-guru agung Eropa untuk mengajar di sekolah-sekolah yang telah ia bangun. Muhammad Ali juga menerbitkan majalah berbahasa Arab pertama kalinya yang diterbitkan tahun 1828 M, ia menamainya dengan majalah " al-Waqa'i al-Mishriyah" (Berita Mesir). Majalah ini digunakan rezim Muhammad Ali sebagai organ resmi pemerintah.

Inilah pembahasan singkat mengenai Muhammad Ali pasha, begitu banyak peninggalan termegah Muhammad Ali yang bisa kita lihat di perbukitan Jabal Muqatam, ia dengan mengerahkan desainer Yunani bernama Yusuf Bushnak akhirnya berhasil membuat Masjid indah dengan corak menara Turki yang berwarna putih perak. Jika kita amati, masjid ini terbuat dari bahan marmer yang menawan, maka tidak heran jika mayoritas penduduk Mesir menamainnya sebagai masjid Alabaster. 

Di dalam masjid inilah jasad Muhammad Ali dikuburkan, meskipun ia meninggal di Alexandria. Jasa lain Muhammad Ali adalah melakukan renovasi benteng Sholahuddin yang dibangun pertama kali oleh pahlawan Perang Salib muslim, Sholahuddin al-Ayyubi. Dalam hal ini, ia banyak melakukan perbaikan tembok-tembok yang sudah runtuh baik yang berada didalam maupun diluar. Kemudian, ia juga membangun sebuah istana keluarga yang dapat kita nikmati jika kita melewati Babal-Qullah. Pada tahun 1949 istana ini dijadikan museum oleh Raja Faruq.

Dalam sejarahnya Mesir dibagi menjadi dua bagian; Kuno dan Modern. Dengan peradabannya yang telah dimulai sejak 7000 tahun yang silam, ia termasuk salah satu diantara negara yang menempati urutan papan atas, tujuan wisata dunia. Maka tidak heran jika setiap jengkal tanahnya yang kita pijak merupakan saksi sejarah yang memberikan cerita sendiri. Begitulah kira-kira diskripsi sejarahnya.

Muhammad Ali Pasha yang dianggap sebagai pendiri Mesir Modern, kekuasaannya saat itu meliputi Sudan dan Syiria. Bahkan pasukannya pun ikut berperang bersama ke Sultanan Usmani di Yunani, Asia Kecil, hingga ke Eropa Timur.


Al-Tahtawi nama lengkapnya adalah Rafa`ah Bey Badawi Al-Tahtawi, lahir di kota Tahta (di dataran tinggi Mesir) pada masa pemerintahan Muhammad Ali, yaitu pada tahun 1802 M. Orang tuanya dari kaum bangsawan, tetapi sedikit pengalaman. Namun keluarganya yang tradisi keagamaannya kuat itu menjadikan al-Tahtawi tekun mempelajari Al-Qur'an sejak kecil.

Ketika dewasa (16 tahun) ia berangkat ke Kairo untuk belajar di Al-Azhar, dibawah pengawasan atau bimbingan syekh Hassan Al-Attar. Al-Tahtawi adalah murid kesayangnya. Setelah limaia mendapat menyelesaikan studinya (1822 M) Hasan Al-Attar banyak hubungan dengan para ilmuwan Perancis yang dating dengan Napoleon ke Mesir.

Karena ketekunan dan ketajaman pikiran Al-Tahtawi, gurunya (syekh Al-Attar) selalu memberikan dorongan agar selalu menambah ilmu pengetahuan.Selesai studi di Al-Azhar, Al-Tahtawi mengajar di Universitas tersebut selam 2 Tahun. Dan pada tahun 1824 M dapat juga raih gelar "Master " pada Egyptian Army di Mesir. Pada tahun itu pula, diangkat menjadi imam bagi mahasiswa-mahasiswa yang dikirim oleh Muhammad Ali ke Jomard di paris, untuk bahasa Perancis dan ilmu-ilmu modern. Tetapi disamping tugasnya sebagai imam, ia juga ikut belajar.

Selama 5 tahun di Paris, ia kursus privat bahasa Perancis, sehingga dalam waktu lima tahun itu, ia mampu menerjemahkan sejumlah 12 buku dan risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, ilmu bumi, akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, risalah tentang ilmu teknik, hak-hak manusia, kesehatan jasmani dan sebagainya.Selama di Paris, Al-Tahtawi menghabiskan waktunya untuk membaca berbagai macam buku ilmu pengetahuan.

Sekembalinya dari paris pada tahun 1832 M ke Mesir, ia diangkat sebagai penerjemah dan sebagai guru Besar pada sekolah kedokteran perancis di Kairo.Dua tahun kemudian (1835), ia pindah ke sekolah Artelery sebagai penterjemah (direktur) buku-buku ilmu teknik dan kemiliteran. Setahun kemudian (1836) didirikan sekolah penerjemah (Sechool of Foreign Languages) atau Sekolah Bahasa-bahasa Asing" dan Al-Tahtawi sebagai direktur dan sebagai penanggung jawab harian "Al Waqa`al Mishriah".

Setelah Muhammad Ali meninggal (1848) maka cucunya Abbas sebagai gantinya, dan Al-Tahtawi kemudian dikirim ke Sudan sebagai kepala sekolah di Kartoum. Setelah Abbas meninggal (1854) Al-Tahtawi kembali ke Mesir atas panggilan pengganti Abbas, yaitu Said Pasya, ia diangkat sebagai direktur sekolah Militer.

Pada tahun 1863 M di Mesir dibentuk suatu badan yang bertugas menterjemahkan undang-undang Perancis dan bermarkas di kantor yang namanya "Translation Office" dan Al-Tahtawi menerbitkan majalah "Raudatul Madaris" untuk "Munistry of Education". Sekembalinya Al tahtawi dari Mesir telah menterjemahkan buku-buku di antaranya buku-buku tentang geografi, sejarah (Raja-raja Perancis, Raja-raja Charles XI, Charles V, filsafatYunani) dan Montesque dan Al Tahtawi juga menulis buku-buku yang diterbitkan (berupa tulisan atau karangan).Di atara karangan-karangan Al Tahtawi adalah :

1. Takhlisul Ibriz fi Talkhish Pariz

2. Manhij al Albab al Mishriyah fi Manahijj al Adab al` Ashriyah.

3. Al Mursyid al Amin lil banat wa al banin

4. Al- Qaul al Said fi Ijtihad wa al Taqlid

5. Anwar Taufiq al jalil fi Akhbar Mishar wa Tautsiq Bani Ismail

6. Al-Mazahib al Arba`ah fi al Fiqh.

7. Qanun al Tijari

8. Al Tuhfat al Maktabiyah fi al Nahw

9. Al Manafi` al Uminyah


1. Bidang Pendidikan

Al Tahtawi semasa hidupnya banyak waktu yang dihabiskan untuk mengajar, dan mengatur pendidikan; Dia menemukan ide-ide mengenai pendidikan dalam buku yang ditulisnya. Dia menyatakan, bahwa pendidikan itu harus ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya.

Pemikiran Al Tahtawi mengenai pendidikan ada dua pokok yang di nilai penting : pertama pendidikan yang bersifat universal dan emansipasi wanita. Pendidikan hendakmya bersifat universal dan sama bentuknya bagi semua golongan, selain itu bahwa masyarakat yang terdidik akan lebih mudah dibina dan sekaligus dapat menghindari masing-masing dari pengaruh negatif. 

Pemikiran ini dinilai sebagai rintisan bagi pemikiran pendidikan yang bersifat demokratis. Kedua mengenai pendidikan bangsa. Menurutnya bahwa pendidikan bukan hanya terbatas pada kegiatan untuk mengajarkan pengetahuan, melainkan juga untuk membentuk kepribadian dan menenamkan patriotisme. Tanah air ialah tempat tinggal, tanah kelahiran yang dinikmati setiap warganya.

Untuk melengkapi pemikiran pendidikan Al Tahtawi dilengkapi juga ide pendidikannya dengan kurikulum yang dihubungkan kepentingan agama dan Negara. Kurikulum yang dirumuskan oleh Al Tahtawi adalah sebagai berikut : pertamakurikulum untuk tingkat pendidikan dasar terdiri atas mata pelajaran membaca, menulis yang sumbernya adalah Al-Qur'an, nahwu dan dasar-dasar berhitung. 

Kedua untuk tingkat menengah (tajhizi) terdiri atas : pendidikan jasmani dan cabang-cabangnya, ilmu bumi. Sejarah, mantiq, biologi, fisika, kimia, manajemen, ilmu pertanian, mengarang, peradaban, sebagian bahasa asing yang bermanfaat bagi Negara. Ketiga untuk menengah ats ( `aliyah ) mata pelajaran terdiri atas : mata pelajaran kejuruan. Mata pelajaran tersebut diberikan secara mendalam dan meliputi figh, kedokteran, ilmu bumi dan sejarah.

Pemikiran tentang pendidikan yang diterapkan oleh Al Tahtawi di tulis pada buku al-Mursyid al-Amin fi Tarbiyah al-Banin (pedoman tentang pendidikan anak). Buku ini menerangkan tentang ide-ide pendidikan yang meliputi :

1) pembagian jenjang pendidikan atas tingkat permulaan, menengah, dan pendidikan tinggi akhir.

2) Pendidikan diperlukan, kerana pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mencapai kesejahteraan .

3) pendidikan mesti dilaksanakan dan diperuntukan bagi segala golongan. Maka tidak ada perbedaan antara pendidikan anak laki-laki dan anak perempuan.

Pemikiran mengenai persamaan antara laki-laki dan pendidikan anak perempuan ini dinilai sebagai mencontoh ide pemikiran Yunani.Anak-anak perempuan harus memperoleh pendidikan yang sama dengan anak lelaki. Pendidikan terhadap perempuan merupakan suatu hal yang sangat penting karena tiga alasan, yaitu :

1) Wanita dapat menjadi istri yang baik dan dapat menjadi mitra suami dalam kehidupan sosial dan intelektual.

2) Agar wanita sebagai istri memiliki keterampilan untuk bekerja dalam batas-batas kemampuan mereka sebagai wanita.

2. Bidang Ekonomi

Menurut Al Tahtawi ekonomi Mesir, tergantung pada pertanian, ia memuji usaha di jalankan Muhammad Ali dalam lapangan ini. Juga ia menekankan pendapat ahli ekonomi Eropa mengatakan bahwa Mesir mempunyai potensi besar dalam lapangan ekonomi. Memajukan ekonomi, sejahteraan dunia akan tercapai. Hal ini, adalah baru karena tradisi dalam Islam untuk mementingkan kehidupan dunia.

Al Tahtawi menekankan bahwa pembangunan perekonomian Mesir diawali dengan kepedulian seluruh bangsa Mesir, sedangkan kunci adalah pendidikan yang akan menghasilkan tenaga ahli terampil dalam masyarakat.Beberapa ide yang dikemukan Al Tahtawi mengenai bidang ekonomi, termuat dalam karya tulisannya "kitab Takhlish al Ibriz ila talkhis bariz" 

3. Bidang Kesejahteraan. 

Kemajuan suatu Negara, ditandai meratanya kesejahteraan rakyat dan juga meningkatkan jegiatan perekonomian, sehingga stabilitas Negara dapat dicapai.Sebagaimana diungkapkan oleh Tahtawi, dalam bukunya"Manahij" bahwa manusia pada dasarnya mempunyai dua tujuan, yaitu menjalankan perintah Tuhan dan mencari kesejahteraan didunia, sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa modern. Oleh karena itu, kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas dasar melakasanakan ajaran agama, berbudi pekerti baik dan ekonomi yang maju.

4. Bidang Pemerintahan. 

Ide Al Tahtawi tentang Negara dan masyarakat, bukan hanya sekedar pandangan tradisional belaka, dan bukan pula hanya sebagai refleksi pengalaman dan pengetahuan yang telah didapatnya di Paris. Tetapi merupakan kopmbinasi dan persenyawaan dari keduanya. Dia mengemukakan contoh-contoh yang diteladani yaitu nabi Muhammad SAW. Dan para sahabat dalam melaksanakan pemerintahan yang mempunyai hak kekuasaan mutlak, yang dalam pelaksanaan pemerintahannya harus dengan adil berdasarkan undang-undang. Untuk kelancaran pelaksanaan undand-undang itu harus ditangani oleh tiga badanyang terpisah yaitu Legislatif, Executif danJudicatif (Trias Politica Montesque).

Menurut Al tahtawi, masyarakat suatu Negara, terdiri dari empat (empat) golongan; doa golonan yang memerintah, dua golongan yang lain diperintah. Dua golonan yang memerintah adalah raja dan para ulama (dua para ilmuan). Sedang dua golonan yang diperintah adalah tentara dan para produsen (termasuk semua rakyat).

Golongan yang diperintah (rakyat) ini, harus patuh dan setia kepada pemerintah . Meskipun sebenarnya, seorang raja hanya bertanggung jawab kepada Allah saja. Raja tidak boleh melupakan kepentingan rakyat. Raja harus senantiasa harus ingat kepada Allah dan siksaan yang disediakan bagi orang yang dzalim. Rasa takut seorang raja kepada Allah, akan membuat raja berlaku baik kepada rakyatnya. 

5. Patrotisme Ala Al Tahtawi

Al Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama penganjur patriotisme. Paham bahwa seluruh dunia Islam adalah tanah air bagi setiap individu muslim, mulai di rubah penekannya. Al Tahtawi menekankan bahwa tanah air adalah tanah tumpah darah seseorang, bukan seluruh dunia Islam. Ia berpendapat bahwa selain adanya persaudaraan se-agama, juga ada persaudaraan setanah air. Dalam perkembangan dunia Islam selanjutnya persaudaraan tanah air ternyata lebih dominan.

Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban. Kata "Wathan" dan "Hubul Wathan" (patriotisme) kelihatannya selalu dipakai oleh Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang mendirikan suatu masyarakat yang mempunyai pradaban.

6. Ijtihad dan sain Modern

Memahami syari'at Islam menurut Al-Tahtawi merupakan sangat penting dan memiliki kesadaran bahwa syari'at pasti senantiasa up to date, cocok untuk segala zaman dan tempat.orang yang mengerti serta memahami syari’at Islam, Al Tahtawi yakin akan pentingnya kesadaran bahwa syari’at pasti senantiasa berlaku se[anjang masa, cocok untuk segala zaman dan tempat. 

Sains dan pemikiran rasional pada dasarya tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Karena itu, ijtihad harus dilakukan oleh ulama. Ulama harus dapat merubah masyarakat yang berfikiran statis dan tradisional.Dalam bukunya “Al Qaul al Sadid fi al ijtihad wa al Taqlid” menguraikan pentingnya ijtihad dan syarat-syarat menjadi mujtahid, serta dalil dalil dan tingkatan para mujtahid.

Perkembangan sains dan teknologi disamping untuk neningkatkan upaya kualitas umat Islam dalam melakukan ijtihad, juga dapat menunjang kesejahteraan kehidupan kaum muslimin di dunia sebagaimana telah dikembangkan di Eropa.Gagasan tersebut menjadi fokus penting dan pemikiran dan pembaharuan Al Tahtawi. Oleh karena itu, sebagian besar hidupnya disumbangkan untuk mendukung gagasannya dengan menerjemahkan buku buku agar umat Islam mengetahui budaya yang maju di Barat. Disamping sebagai penulis dan menjadi pimpinan dalarn beberapa pendidikan.

Al Tahtawi dalam hal Fatalisme ia mencela orang Pariskarena mereka tidak percaya pada qadha’ dan qadar. Menurutnya, orang Islam harus percaya pada qadha’ dan qadar Tuhan, tetapi disamping itu harus berusaha. Manusia tidak boleh mengembalikan segala-galanya pada qadha’ dan qadar. Karena pendirian serupa lilin, menunjukkan kelemahan. Tetapi berusaha semaksimal dulu, baru menyerah.


Muhammad Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad ‘Abduh muda merasakan sejak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok persoalan yang dia sampaikan dengan sangat yakin di kemudian hari ketika dia menegaskan perlunya pembaruan keluarga dan hak-hak wanita.

Dalam usia 12 tahun ‘Abduh telah hapal al-Qur’an. Kemudian, pada usia 13 tahun ia dibawa ke Tanta untuk belajar di Mesjid Ahamdi. Mesjid ini sering disebut “Mesjid Syeikh Ahmad”, yang kedudukannya dianggap sebagai level kedua setelah Al-Azhar dari segi menghapal dan belajar al-Qur’an. Pelajaran di mesjid Ahmadi ini ia selesaikan selama 2 tahun. 

Namun ‘Abduh merasa tak mengerti apa-apa. Tentang pengalamannya ini ‘Abduh menceritakan: “Satu setengah tahun saya belajar di mesjid Syeikh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun. Ini adalah karena metodenya yang salah. Guru-guru mulai mengajak kita untuk menghapal istilah-istilah tentang nahwu dan fiqh yang tak kita ketahui artinya, guru tak merasa penting apa kita meengetahui atau tidak mengerti istilah-istilah itu.” Inilah latar belakang dari pokok pembaruannya dalam bidang pendidikan di kemudian hari.

Pada saat ‘Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865, ‘Abduh menikah dan bekerja sebagai petani. Namun hal itu hanya berlangsung selama 40 hari. Karena ia harus pergi ke Tanta untuk belajar kembali. Pamannya ‘Abduh, seorang Syeikh (guru spiritual) Darwisy Khadrseorang sufi dari Tarekat Syadzilitelah membangkitkan kembali semangat belajar dan antusiasme Abduh terhadap ilmu dan agama.

Syeikh ini mengajarkan kepadanya disiplin etika dan moral serta praktek kezuhudan tarekatnya. Meski ‘Abduh tidak lama bersama Syeikh Darwisy, sepanjang hidupnya ‘Abduh tetap tertarik kepada kehidupan ruhaniah tasawuf. Namun kemudian dia jadi kritis terhadap banyak bentuk lahiriah dan ajaran tasawuf, dan karena kemudian dia memasuki kehidupan Jamaluddin Al-Afghani yang karismatis itu.

Tahun 1866 ‘Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Harapannya itu tak terpenuhi. Ia keluar karena proses belajar yang berlangsung menonjolkan ilmu dan hapalan luar kepala tanpa pemahaman, seperti pengalamannya di Tanta. Inilah juga yang melatarbelakangi ‘Abduh ingin mengadakan pembaruan dalam bidang pendidikan.

Tiga tahun setelah ‘Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin al-Afghani datang ke Mesir. Segera saja ‘Abduh bergabung bersamanya. Di bawah bimbingan al-Afghani, ‘Abduh mulai memperluas studinya sampai meliputi filsafat dan ilmu sosial serta politik. Sekelompok pelajar muda Al-Azhar bergabung bersamanya, termasuk pemimpin Mesir di kemudian hari, Sa’d Zaghlul. Afghani aktif memberikan dorongan kepada murid-muridnya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu. ‘Abduh memutar jalur hidupnya dari tasawuf yang bersifat pantang dunia itu, lalu memasuki dunia aktivisme sosio-politik.

Muhammad ‘Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Aleksandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun ‘Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif, terasa ada pengakuan bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya.


1. Jumud: Faktor Utama Kemunduran Umat Islam

Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Selama beberapa abad di masa silam, kaum Muslimin telah menghadapi kemunduran dan sebagai hasilnya mereka tidak mendapatkan dirinya sebagai siap sedia untuk menghadapi situasi yang kritis ini.

Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul).

Seperti dikemukakan ‘Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah.

2. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Masalah Ijtihad

Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam dua kategori: Ibadah danMu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh ‘Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan hadits bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman.

Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihadperlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:

“Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”.

Selanjutnya, menurut ‘Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Quran dan hadis dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.

Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Abduh memeranginya. Karena taklid di bidang muamalah menghentikan pikir dan akal berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab, perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam,dan sebagainya.

Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Qur'an memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama kali mengikat tali persaudaraan. 

Wahyu tidak dapat membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat atau hadis bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat dapat dipahami secara rasional. Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban bangsa. Tentang hal ini Muhammad ‘Abduh berkata:

3. Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Ilmu PengetahuanIslam (Pendidikan)

Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah SWT. Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena keduanya datang dari Allah, tidak dapat bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan. 

Dengan penuh semangat, ‘Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat. Kemajuan Eropa ia tegaskan karena belahan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari ajaran Islam. Ia membantah bahwa Islam tidak mampu beradaptasi dengan dunia modern. Ia ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional yang dapat menjadi basis kehidupan modern.

Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, ‘Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan modern. Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah segala ses

Suatu.Program yang diajukannyasebagai salah satu fondasi utamaadalah memahami dan menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Menurutnya, sekolah negeri (sekuler) harus diwarnai dengan agama yang kuat. Namun, rupanya, pendapatnya itu mendapat tantangan berat dari ulama konservatif yang belum mengetahui faedah dari perubahan yang dianjurkan Muhammad Abduh.

Keberatan Muhammad Abduh berkenaan dengan upaya meniru pendidikan Barat disebabkan pengalaman bahwa orang yang meniru bangsa lain, dan meniru adat bangsa lain, membukakan pintu bagi masuknya musuh. Segelintir orang yang terbaratkan telah menggunakan slogan asing, seperti “kebebasan, nasionalisme, etnisitas”.

Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus mendapat pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Kristen dan Islam.Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar. 

Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus mendapat pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi: (1) buku ikhtisar doktrin Islam yang berdasarkan ajaran Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan sektarian; (2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar dan yang salah; dan (3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.

Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain: 

(1) buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seno logika, prinsip penalaran; (2) teks tentang doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Kristen dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat; (3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin; serta (4) teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam. 

Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: (1) tafsir al-Qur’an; (2) ilmu bahasa dan bahasa Arab; (3) ilmu hadis; (4) studi moralitas (etika); (5) prinsip-prinsip fiqh; (6) seni berbicara dan meyakinkan; dan (7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.

4. Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita

Menurut ‘Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya, maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:

“Sesungguhnya umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik, maka umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak memiliki keluarga maka ia pun tidak memiliki umat. Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan akal yang sama. Dan ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas wanita supaya dapat menjadi tuan dirumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak...”

Menurut ‘Abduh, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi. Di tempat lain, dia menulis, bahwa menurut al-Qur’an ada dua jenis wanita, wanita saleh dan wanita durhaka. kepemimpinan pria berlaku hanya terhadap istri yang mengacau atau durhaka.‘Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau firnah dalam masyarakat adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya. 

d. Jamaluddin Al-Afghani

Jamaluddin al-Afghani dilahirkan di Asadabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 (1254 H). Al-afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India bahkan Perancis. Pada usia 18 tahun di Kabul, Jamaluddin tidak hanya menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.

Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke -19. Sayyid Sand adalah ayah Afghani, yang dikenal dengan gelar Shadar Al-Husaini. Ia tergolong bangsawan terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadits. Oleh karena itu, di depan nama Jamaluddin al-Afghani diberi title “Sayyid”.

Afghani melanjutkan belajar ke India selama satu tahun. Di india Afghani menekuni sejumlah ilmu pengetahuan melalui metode modern. Didorong keyakinannya, ia melanglang buana ke berbagai negara. Dari India, Jamaluddin melanjutkan perjalanan ke mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya ke Kabul ia diminta penguasa Afghanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864,, ia diangkat menjadi penasehat Shir Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris, Jamaluddin akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menilai Jamaluddin sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaharuannya, terus mengawasinya.

Pemikiran-Pemikiran Jamaluddin al-Afghani :




Pada saat kembalinya Jamaluddin ke India untuk kedua kalinya setelah pergi meninggalkan Mesir karena ketidaksenangan Inggris yang telah menghasut kaum teolog untuk melawan jamaluddin atas kegiatan-kegiatan Jamaluddin yang menyebabkan banyaknya orang kristen yang masuk Islam. Di sini, ia menuliskan risalah yang sangat terkenal,Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis, risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.

Jamaluddin al-Afghani pernah menerbitkan jurnal Al-Urwat-Al-Wuthqa yang mengecam keras Barat. Jurnal tersebut juga dikenal sebagai jurnal anti penjajahan, yang diterbitkan di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialisme dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan barat yang penasaran dan kagum dengan kecermelangan Afghani.

Pada tahun 1889, al-Afhgani diundang ke Persia untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia. Bersamaan dengan itu al-Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri Persia sendiri. Karenanya, ia menganjurkan perombakan sistem politik yang masih otokratis.

Dan beberapa kontribusi al-Afghani yang lain adalah perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah negeri-negeri Islam (terutama terhadap penjajah Inggris). Kemudian upaya melawan pemikiran naturalisme India, yang mengingkari adanya hakikat ketuhanan. Menurutnya dasar aliran ini merupakan hawa nafsu yang menggelora dan hanya sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa mempertimbangkan kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan adanya pengingkaran terhadap hakikat Tuhan dan anggapan bahwa materi mampu membuka pintu lebar-lebar bagi terhapusnya kewajiban manusia sebagai hamba Tuhan. Dari situlah al-Afghani berusaha menghancurkan pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa agama mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan syari’at san ajaran-ajarannya.

Afghani juga mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh.

Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus meliputi seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. 

Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan pesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap sistem pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.

Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan.

Menurut Afghani penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. 

Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan.

Bagi Afghani, pemerintahan rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.

Dan pada buku Prof. Ahmad Amin dari Kairo yang berjudul Zuma al-Islah, para penulisnya sepakat bahwa al-Afghani memiliki dua tujuan yang jelas dan pokok yang menggarisbawahi misinya yang besar :

1. Mengisi semangat baru di Timur sehingga ia menghidupkan kembali kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebersihan agamanya yang kaya, sehingga membebaskan kepercayaannya dari tahayul, dan menjernihkan moralnya dari apa yang telah terkumpul di sekitar mereka dan kemudian kembali kepada kekuasaan dan landasan yang pernah mereka pegang dan miliki.

2. Melawan dominasi asing (Imperialisme Barat) sehingga negara-negara Timur dikembalikan kepada kemerdekaannya, yang dperkuat ileh persekutuan dan pertalian yang mungkin, agar dapat menjaga diri mereka sendiri terhadap bahaya-bahaya yang datang (yang ditimbulkan oleh Barat).

e. Muhammad Iqbal

Dr. Muhammad Iqbal (1874-1938) dilahirkan di Sialkot, Punjab pada tanggal 22 Februari 1873. Leluhurnya termasuk dari kalangan kasta Brahmana dari Kashmir yang telah memeluk agama Islam sekitar tiga abad sebelum Iqbal lahir.

Secara ringkas ide-ide pembaharuan Muhammad Iqbal adalah :

1. Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaharuan Islam, dan pintu ijtihad tidak tertutup

2. Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan dalam berpikir

3. Perhatian yang berlebihan terhadap zuhud membuat masyarakat tidak/kurang memperhatikan masalah-masalah dunia dan kemasyarakatan.

4. Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.

Dari segi bahasa, kata dinamisme artinya tidak berhenti. Sedangkan menurut istilah dinamisme adalah suatu aktifitas yang didasarkan pada kesadaran untuk selalu berubah secara positif untuk mengikuti perkembangan zaman. Karena itu dinamisme sebagai tuntutan untuk memberdayakan ummat. Konsekuensinya apabila umat kehilangan dinamisme, maka yang terjadi adalah kemunduran yang akan berdampak pada kesengsaraan kehidupan. 

Menurut pandangan Iqbal terdapat beberapa sebab kemunduran umat Islam :

a. Fakta sejarah menunjukan bahwa kehancuran kota Baqdad, banyak mempengaruhi peradaban ummat Islam. Karena Bagdad pernah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran Islam. Akibatnya, pemikiran ulama pada masa itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial. Mereka menolak pembaruan di bidang hukum dan pintu ijtihad mereka tutup. Hal ini menyebabkan hilangnya dinamika berpikir di kalangan orang Islam. 

2. Ada kecenderungan ummat Islam terjerembab pada paham fatalisme, yang menyebabkan umat Islam pasrah kepada nasib dan enggan bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasafuf yang dipahami secara berlebihan dan salah mengakibatkan umat Islam tidak mementingkan persoalan kemasyarakatan. Faham Fatalisme inilah yang menyeret umat islam kehilangan semangat atau dan bermental budak.

3. Munculnya kelompok muslim yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup. Pemahamann ini melahirkan sikap statis (jumud) dalam pemikiran umat Islam, karena kegiatan ijtihad dianggap tertutup. Kaum muslimin lebih cenderung mengikut pendapat-pendapat mazhab-mazhab yang sudah ada dan bahkan terjerabab dilingkaran madzhab tersebut, sehingga jadi kemalasan untuk berpikir. 

Untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi Umat Islam, maka Muhammad Iqbal menawarkan beberapa solusi yang harus siterapkan yaitu : 

1. Secara konsisten menerapkan konsep dinamisme Islam, umat Islam harus membangkitkan kembali tradisi kilmuan dengan membuka pintu ijtihad. Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal untuk melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan dan pada saat yang sama menganjurkan umat Islam senantiasa bergerak aktif menyongsong perubahan zaman. 

2. Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dinamis dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Menurut Iqbal, ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan intelektual, yang berarti menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Di dalam ijtihad, terdapat aspek perubahan dan dengan adanya perubahan itulah, dinamika umat manusia berasal. Paham dinamisme Islam inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam. Dalam syair-syairnya, ia mendorong umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. 

3. Intisari hidup adalah gerak. Karenanya, Iqbal menyeru agar umat Islam bangun dan menciptakan dunia baru. Dalam kaitannya dengan barat, Iqbal memandang barat tidaklah bagus untuk dijadikan model peradaban. Kapitalisme dan materialisme barat telah membawa kerusakan bagi kemanusiaan. Karena itu boleh belajar dari barat dalam hal metodologi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan nilai-nilai kehidupan harus digali dari ajaran Islam yang benar dan budaya yang positif.

Posting Komentar Blogger