INGIN IKLAN ANDA DISINI ?
Dapatkan Tawaran Menarik
Silahkan Kontak Admin
Terima Kasih


Profil Da'i Dambaan Ummat- Salah satu keberhasilan Rasulullah dalam menyampaikan da’wahnya kepada ummat adalah karena akhlak beliau yang mulia, Rasulullah dapat memberikan suri tauladan kepada ummat yang beliau da’wahi, sesuai kata dengan perbuatan. Allah swt mengambarkan akhlak beliau yang mulia dalam firmannya : 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رِسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَاْليَوْمَ الآخَرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا

Artinya:
Sungguh adalah bagimu didalam diri Rasululullah panutan yang baik, bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhirat serta senantiasa mengingat Allah “ (S.Al-Ahzab:21)

Didalam ayat diatas jelas Allah menyatakan bahwa; Rasulullah itu adalah suri tauladan yang baik yang menjadi daya tarik dari da’wah yang beliau sampaikan kepada kalangan kafir Quraisy dikala itu, sehinga beliau diberi julukan oleh masyarakat Quraisy yang belum beriman kepada Allah dengan julukan : “al-amin” (orang yang dapat dipercaya). 

Seorang da’i yang sudah menjatuhkan pilihannya sebagai da’i ilallah, sudah barang tentu harus memiliki akhlak karimah, sebagai daya tarik terhadap ummat da’wah yang akan menerima da’wahnya, karena betapa besarnya daya tarik lisanul hal dan uswatun hasanah di bidang da’wah. Tarikan bahasanya ibarat tarikan magnit terhadap apapun saja yang bersifat logam yang bermutu tinggi atau tidak.

Sumber daya tarik itu tidak lagi terletak pada ilmu, dan tidak pada hikmah. Ilmu dan hikmah hanya pembuka jalan , sumber tenaganya sendiri terletak pada akhlak pribadi dan pembawa da’wah itu sendiri.

Akhlak dengan mempergunakan ta’rif yang sudah dikenal:

صِفَةٌ رَاسِخَةٌ تَصْدُرُ مِنْهَا اْلأَفْعَالَ بِسُهُوْلَةٍ مِنْ غَيْرِ تَفْكِيْرٍ وَرِوَايَةٍ

Ya’ni; suatu sifat yang terhunjam didalam diri seseorang yang terbit dari pada awal perbuatan dengan mudah, tanpa pikir-pikir dan ditimbang-timbang lagi secara spontan”.

Seorang da’i apabila telah melangkahkan kakinya ke gelanggang da’wah, maka semua mata, dan telinga disekitarnya tertuju kepada pribadinya kepada tingkah lakunya, kepada sifatnya. Pendeknya kepada apa apa yang disebut hidup pribadi.

Mau tak mau, gerak gerik dalam hidupnya bukan saja diperhatikan, tetapi juga langsung dijadikan bahan perbandingan terhadap apa yang dianjurkannya dan yang dilarang oleh da’i. 

Oleh karena itu seorang da’i harus memiliki akhlak yang mahmudah sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah sbb:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَنْ دَعَا اِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالحِاً وَقَالَ أَننَيِ مِنَ اْلمُسْلِمِِيْنَ 

“Perkataan siapa lagi yang paling baik dari orang-orang yang mengajak kepada Allah, melakukan amal shaleh lalu dia menyatakan: “aku ini adalah termasuk orang-orang yang mu’min” (S.Fusilat:33)

Akhlak yang harus menjadi keperibadan seorang da’i adalah sbb :

Seorang da’i dalam menyampaikan da’wahnya kepada umat yang menjadi objek da’wah harus semata-mata ikhlas karena Allah, jauh dari pada sifat riya, ingin pamer, ingin mendapatkan sanjungan apalagi ingin mendapat yang sifatnya materi sebagai firman Allah: 

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً مِمَنْ دَعَا اِلَى اللهِ وَعَمِلَ صَالحِاً وَقَالَ أَننَيِ مِنَ اْلمُسْلِمِِيْنَ 

“ Katakanlah perkataan siapa lagi yang lebih baik dari pada orang-orang yang mengajak kepada Allah, serta mengerjakan amal-amal shaleh”. (Q.S.Fusilat:33)

Ketika seorang da’i telah memulai da’wahnya dengan ikhlas, maka dia akan menjalankan tugas da’wah ini dengan sungguh-sungguh karena dia merasa bahwa tugas yang dipikulnya adalah merupakantugas mulya dan pelanjut dan penerus dari tugas para nabi dan rasul. Sebagaiman sabda Rasulullah: “ Ulama itu adalah pewaris para Nabi” .

Hadist Umar bin Khattab adalah menjadi rujukan para da’i dalam menyampaikan da’wahnya, inilah yang kita katakan “nawaitunya” (ucapan Pak.Natsir) motivasinya, bila nawaitunya sudah bergeser, maka da’wahnya akan menghadapi berbagai kendala jauh dari pertolongan dan bantuan Allah.

Ketika niatnnya sudah bergeser dari ikhlas, maka akan terasa gejalanya dalam menyampaikan da’wah, baik didalam hati seorang da’i apalagi pengaruhnya sangat besar terhadap ummat yang dia seru. 

Ummat akan memberi dia julukan bukan seorang da’i yang mukhlis, mungkin panggilannya akan menjadi “da’i mata duitan. Da’i yang maruk dan lain sebagainya”.


Seorang da’i harus mempunyai sifat shabar dalam menyampaikan da’wahnya, karena ia akan berhadapan dengan berbagai tantangan dan rintangan dalam menjalankan tugasnya sebagai seoang da’i. Kadang dia akan dicaci, dimusuhi, dibenci bahkan mungkin akan diusir dari tempat dia menyampaikan da’wahnya. 

Lihatlah bagaimana Rasulullah dalam menyampaikan da’wahnya, beliau dilempari dengan batu sehingga kaki beliau berdarah-darah, dilempari dengan kotoran binatang, dicaci dihini tetapi beliau tetap shabar dan tabah dalam menyampaikan da’wahnya, beliau hanya berdo’a kepada 

Allah: 

“Ya Allah tujukilah ummatku, mereka karena adalah orang2 yang tidak mengetahui”. 

Rasulullah dalam mengahadapi berbagai ujian dan cobaan ketika menyampaikan da’wahnya tetap sabar dan tabah. Beliau tidak langsung patah ahati atau lari dari medan da’wah karena beliau telah menetapkan satu garis yang jelas:

لَيَهْدِيَنَكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنَ الدنيا وما فيها ( الحديث)

“Jika seseorang mendapat hidayah akibat dari da’wah yang disampaikan, itu lebih baik dari dunia dan segala isinya”.

Allah juga memerintahkan agar tetap sabar dan tabah:

اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله

“sabarlah kamu, tingkatkan kesabaranmu, tabahlah kamu, dan bertaqwalah kamu kepada Allah”. (Q.S. Ali Imran : 200 )


Ashidq adalah merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh Rasulullah, beliau selalu benar dalam perkataan, benar dalam perbuatan, tidak pernah bertentangan apa yang dikatan dengan perbuatan yang belaiu lakukan dan ini merupakan bahagian dari kesuksesan da’wah yang beliau sampaikan. 
Firman Allah:

“Wahai orang-orang yang beriman; hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah dan selalu bersama orang-orang yang berlaku benar” (Q.S.At-taubah : 119).

Beliau selalu berdo’a kepada Allah agar selalu benar dalam berbagai situasi dan keadaan:

وقل رب أدخلني مدخل صدق وأخرجني مدخل صدق واجعل لي من لدنك سلطانا نصيرا

Wahai Rab; masukkanlah aku kedalam kelompk orang-orang yang benar,keluarkanlah aku bersama orang-orang yang benar dan anugrahkanlah untukku dari sisi-Mu kekuasaan yang selalu mendapat pertolongan”. (S.Al-Isra’:80)

Ketika satu kali seorang da’I berbohong, maka ummat yang menjadi objek da’wah selamanya tidak akan pernah percaya terhadap apa yang dia sampaikan. Ibarat kata pepatah mengatakan; “sekali lansung keujian, selama hidup orang tak percaya”.

Bahkan Allah sangat murka terhadap sikap yang bertentangan kata dengan perbuatan.

Firman Allah;

ياأيها الذين آمنوا لما تقولون مالا تعلمون كبر مقتا عند الله أن تقولوا مالا تعلمون

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa engkau katakan sesuatu yang tidak tidak engkau kerjakan, amat besar dosanya disisi Allah engkau katakan sesuatu yang tidak pernah engkau lakukan” (Q.S. Shaf :2).

Sukses tidak suksesnya seorang da’i dalam menyampaikan da’wahnya terletak pada sikap dan perilaku dia sendiri.

Lidah yang diberikan Allah sebagai alat untuk menyampaikan firmannya harus dilatih dan dibina agar dia tidak dijadika sebagai alat untuk memutar balikkan antara data dan fakta yang terjadi, janganlah lidah itu dijadkan sebagai kata pepatah mengatakan “lidah tidak bertulang”.

Disisi Allah segala sesautu yang dicapkan yang diperbut akan dipertanggung jawabkan dalam mahkah peadilan Allah.

كل أولئك مسئولا

“segala sesuatunya, akan diminta pertanggung jawapannya”.

Ketika Rasulullah bersama sahabatnya bersilaturrahmi kerumah salah seorang sahabatnya, lalu kepada beliau dan sahabatnya disajikanlah hidangan karena memang mereka disiang hari itu merasa lapar. Setelah selesai makan Rasulullah bersabda: “sepotong roi yang baru saja kita makan, akan kita pertanggung jawabkan nanti dihapan Allah”


Sifat tawadhu’ adalah bahagian lain yang harus menjadi keperibadan seorang da’i, karena sifat itu seorang da’i akan mendapatkan rasa simpati dari ummat da’wah seperti apa yang dikatakan oleh seorang penyair;

التواضع لايزيد توضعه الا رفعةً كشعلةِ اذا نُكِسَتْ زَادَتْ اِشْتِعَالاً

“Seorang yang tawadhu’ tidak akan menjadikan dia menjadi rendah bahkan menjadi tinggi, ibarat sebuah lilin apabila dia dibalikkan apinya akan bertambah nyala”

Akan tetapi apabila seorang da’i merasa tinggi, dan menyombongkan dirinya ditengah-tengah ummat da’wah maka meraka akan menghindar dan menjauhkan diri dari da’i itu sendiri.

Lihatlah sikap Umar Ibnu Khattab ketika dia menjadi khalifah selalu bersikap tawadhu’ walaupun tadinya beliau seorang yang emosional pantang tersingging, akan tetapi ketika iman sudah terhunjam dan bersemi didalam lubuk hatinya Umar selalu tawadhu’.

Ketika seorang nenek tua mendebat beliau tentang mahar, apa jawab Umar; yang salah adalah Umar yang benar nenek tua itu”

Da’i yang dikatan berhasil dalam da’wahnya bukanlah yeng menyombongkan diri, angkuh takabbur akan tetapi da’i yang sukses adalah ketika selalu menunjukkan tawadhu’nya ditengah ummat da’wah yang menjadi objek da’wah yang dia sampaikan.

Arrahmah wa syafaqh:

Akhlak Arrahmah wa syafqah adalah sifat lain yang harus menjadi keperibadian seorang da’i, firman Allah :

ثم كان من الذين أمنوا وتواصوا بالصبر وتواصوا بالمرحمة

Artinya: “Kemudian orang-orang yang beriman itu mereka adalah yang selalu memberikan washiyat dengan sabar, dan memerikan nasehat dengan rahmah” (S. Al-Balad: 17)

Seorang da’i dalam menyampaikan da’wah adakalanya akan menhdapai manusia yang karakternya kasar, suka membangkang bahkan akan menolak seruan dan ajakan yang disampaikan kepadanya. Dalam menghadapi ummat yang seperti ini tidak dapat dihadapi dengan sifat keras, tegas dan dengan da’wah yang berapi-api akan tetapi harus dihadapi dengan sifat kasih sayang dan kelembutan.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

رحم الله من عباده الرحماء

“Sesungguhnya Allah akan menyayangi dari hamba-hambaNya adalah orang-orang yang penyayang dan penyantun”. (H.R.Buchari).

Dalam sabda beliau yang lain beliau berkata:

من لايرحم لايرحم

“Siapa yan tidak menyayangi maka diapun tidak akan disayangi”

Rasulullah Nabi yang kita mulyakan telah mencontohkan kepada kita bagaima beliau telah melaksanakan akhlak ini dalam kehidupan beliau. Ketika Rasulullah mengunjungi anaknya Ibrahim yang sedang sakit berjuang dalam menghadapi kematian, beliau merasa sedih bahkan mengucurkan air mata. Lalu Abdurrahman bin Auf bertanya: Wa Anta Ya Rasulallah? Dengan nada heran Abd.Rahman bertanya,Rasululah menjawab:

“Wahai Abd.Rahman bin Auf; sesunguhhnya itu adalah air mata rahmah. Kemudian belnajutkan: “sesungguhnya mata itu sifatnya menangis, hati itu sifatnya sedih”. Dan janganlah engkau berkata sesuatu selain terhadap aa-apa yang diredhai oleh Tuhan kita”. Dan sesungguhnya kami, dengan kepergian engkau hai Ibrahim akan menjadi sedih dan berduka”.

Sifat Arrahmah wa syafaqah ini akan menjadi daya tarik yang lain begi sorang da’i dalam menyampaikan da’wahnya dan membawa ummatnya kepada kebenaran yang dapat merobah jalan hidup seseorang dari engkar menolak kebenaran menjadi mau mendengar seruan yang disampaikan kepadanya. Hati yang keras itu lama-kelamaan akan berobah menjadi lembut karena pengaruh ayat-ayat Allah yang disampaikan kepadanya.

Sahabat Rasulullah Umar ibnu Khattab kita kenal sebagai seorang yang keras hati, kasar pembawaan, akan tetapi ketika hatinya disentuh oleh ayat-ayat Allah, dia berubah 100 persen menjadi orang yang mau menerima ajakan dan seruan bahkan dia menjadi pembela Rasulullah, dari sikap kasar orang-orang musyrik dan permusuhan yang dilancarkan mereka kepada Rasulullah.

Sesudah Umar masuk Islam dia berkata: “setiap kali aku mendengarkan ayat-ayat Allah dibacakan, seolah-olah jatungku bisa cokop, dan itu yang mengntarkan ku untuk memeluk ajaran Islam”.

Sesuai kata dengan perbuatan:

Keberhasilan Rasulullah yang lain menyampaikan da’wahnya adalah; seuai kata dengan perbuatan”.

Banyak sekali kita temukan dalam perjalan da’wah, kegagalan mereka adalah dibidang ini, tidak pernah sesuai kata dengan perbuatan, yang dikatakan lain yang dilakukan lain lagi. Inilah sikap yang dikecam Allah dalam firman-Nya:

ياأيها الذين آمنوا لما تقولون مالا تعلمون كبر مقتا عند الله أن تقولوا مالا تعلمون

Wahai orang-orang yang beriman kenapa kamu katakan apa yang tidak kamu perbuat, apamat besar dosanya disi Allah, kamu katakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan:. (S.Shaf: 2

Didalam ayat lain Allah berfirman:
أتأمرون الناس بالبر وتنسون أنفسكم وأنتم تتلوت الكتاب أفلا تعقلون

Apakah kamu menyuruh manusia melakukan berbuat kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri”. ( S. Al-Baqarah:44 )

Sikap lain yang dikatakan lain pula yang diperbuat akan menyebabkan da’wah menjadi hambar dan tidak akan mencapai keberhasilan, karena da’I yang seharusnya lebih dahulu melaukukan apa yang dikatakannya ternyata bertolak belakang sama sekali dengan pa yang dilihat oleh ummat dalam kehidupannya sehari-hari.

Da’i yang seperti inilah yang dikatakan Rasulullah seperti “siraj” lampu togok, orang lain terang karena da’wahnya akan tetapi dirinya sendiri terbakar hangus.

Bahkan Rasulullah dalam sebuah sabdanya mengatakan: 

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ يَقُوْلُ: (يُؤْتَى بِالرَجُلِ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابَ بَطْنِهِ فَيَدُوْرُ بِهَاكَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ فِي الرَحِى فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَارِ فَيَقُوْلُوْنَ : مَالَكَ يَا فُلاَنُ ؟ أَلمَ ْتَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَى عَنِ اْلمُنْكَرِ ؟ فَيَقُوْلُ : بَلىَ ، كُنْتُ آمُرُ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلاَ آتِيْهِ، وَأَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ) رواه مسلم 

Dari Usamah bin Zeid dia berkata: Aku pernah mendengar Nabi s.aw bersabda: “Pada hari kaiamat nanti akan dihadapkan seorang laki-lak, i lalu dia dilemparkan kepadalam kancah api neraka, maka terburailah usu besarnya lalu dia berputar-putar kesakitan tak obahnya seperti seekor himar ditempat penggilingan manisan. Maka penduduk nerakapun berkumpul menyaksikan kejadian yang sangat mengerikan itu lalu mereka bertanya: Wahi pulan apakah yang terjadi pada dirimu! Bukanlah engkau ketika didunia dulu yang mengajak orang untuk berbuat baik mencegah orang berbuat mungkar? Dia menjawab: “betul aku dulu mengajak orang berbuat baik akan tetapi aku sendiri tidak melakukannya, dan aku melarang berbuat mungkar akan tetapi aku sendiri yang melakukannya”. ( H.R.Muslim).

Tugas sebagai seorang da’I amat mulya disi Allah, ketika seorang da’i dapat menyadarkan seorang penjahat menjadi orang baik, itu lebih baik dari duani dan segala sisinya. Akan tetapi apabila sikapnya bertentangan kata dan peruatan maka nasibnya nanti akan lebih buruk dan lebih sengsara dibandingkan dengan seorang penjahat. 

Inilah sebahagian dari akhlak da’i yang harus kita miliki dan mejadi shibghah da’i dalam menjalankan tugas mulya untuk menjadi “sulauh bendang dalam nagari, tampek batanyo kalau akan pergi tampek babarito dikala pulang”. 

Semoga tugas mulya yang dibebankan Allah kepada kita akan mencapai hasil yang sangat maksimal, untuk menyelamatkan ummat kita dari kejatuhan dan kemerosotan akhlak yang melanda dunia pada hari ini. 

Shauqi Beik mengatakan: 

أنما الأخلاق مابقيت فان ذهبت أخلاقهم ذهبوا

Sesungguhnya satu bangsa ditandai dengan akhlaknya, apabila kahlak itu hilang, hilang pulalah bangsa itu”.

Tamat.....................semoga ada Manfaatnya

Posting Komentar Blogger